Saidina Sa'ad bin Abi Waqqash ra
Pelempar Panah Pertama Pada Jalan Allah
Siapakah dia singa yang menyembunyikan kukunya itu? Dan siapakah
dia yang bila datang kepada Rasulullah ketika berada di antara
shahabat-shahabatnya; akan disambutnya dengan ucapan selamat datang
sambil bergurau, sabdanya: "Ini dia pamanku! Siapa orang yang punya
paman seperti pamanku ini?" Itulah dia Sa'ad bin Abi Waqqash! Kakeknya
ialah Uhaib, putera dari Manaf yang menjadi paman dari Aminah ibunda
dari Rasulullah SAW.
Sa'ad masuk Islam sewaktu berusia l7 tahun, dan keislamannya
termasuk yang terdahulu di antara para sahabat. Hal ini pernah
diceritakannya sendiri, katanya:
"Pada suatu saat saya beroleh kesempatan termasuk tiga orang
pertama yang masuk Islam." Maksudnya bahwa beliau adalah salah seorang
di antara tiga orang yang paling awal masuk Islam.
Maka pada hari-hari pertama Rasulullah menjelaskan tentang Allah
Yang Esa dan tentang agama baru yang dibawanya, dan sebelum beliau
mengambil rumah al-Arqam untuk tempat pertemuan dengan
sahabat-sahabatnya yang telah mulai beriman, Sa'ad bin Abi Waqqash
telah mengulurkan tangan kanannya untuk bai'at kepada Rasulullah SAW.
Sementara itu buku-buku tarikh dan riwayat menceritakan kepada kita
bahwa beliau termasuk salah seorang yang masuk Islam bersama dan atas
hasil usaha Abu Bakar. Boleh jadi ia menyatakan keislamannya secara
terang-terangan bersama orang-orang yang dapat diyakinkan oleh Abu
Bakar, yaitu Uthman bin Affan, Zubayr bin al-Awwam, Abdurrahman bin
'Auf dan Thalhah bin ‘Ubaidillah. Dan ini, tidak menutup kemungkinan
bahwa ia lebih dulu masuk Islam secara sembunyi-sembunyi.
Banyak sekali keistimewaan yang dimiliki oleh Sa'ad ini, yang dapat
ditonjolkan dan dibanggakannya. Tetapi di antara semua itu dua hal
penting yang selalu menjadi dendang dan senandungnya. Pertama, bahwa
beliaulah yang mula-mula melepaskan anak panah dalam membela agama
Allah, dan juga orang yang mula-mula terkena anak panah. Dan kedua,
bahwa beliau merupakan satu-satunya orang yang dijamin oleh Rasulullah
dengan jaminan kedua orang tua beliau. Bersabdalah Rasulullah SAW di
waktu perang Uhud, "Panahlah hai Sa'ad! Ibu bapaku menjadi jaminan
bagimu."
Memang! Kedua ni'mat besar ini selalu menjadi dendangan Sa'ad buah
syukurnya kepada Allah. Katanya, "Demi Allah sayalah orang pertama yang
melepaskan anak panah di jalan Allah!" Dan berkata pula Ali bin Abi
Thalib, "Tidak pernah saya dengar Rasulullah menyediakan ibu bapanya
sebagai jaminan kepada seseorang, kecuali bagi Sa'ad. Saya dengar
beliau bersabda waktu Perang Uhud, "Panahlah, hai Sa'ad Ibu bapakku
menjadi jaminan bagimu."
Sa'ad termasuk seorang kesatria berkuda Arab dan Muslimin yang
paling berani. Beliau mempunyai dua macam senjata yang amat ampuh,
yaitu panahnya dan do'anya. Jika beliau memanah musuh dalam peperangan,
pastilah akan mengenai sasarannya, dan jika beliau menyampaikan suatu
permohonan kepada Allah pastilah dikabulkan-Nya. Menurut Sa'ad sendiri
dan juga para sahabatnya, hal itu adalah disebabkan do'a Rasulullah
juga bagi pribadinya. Pada suatu hari ketika Rasulullah SAW menyaksikan
dari Sa'ad sesuatu yang menyenangkan dan berkenan di hati beliau,
diajukannyalah do'a yang maqbul ini, "Ya Allah, tepatkanlah bidikan
panahnya, dan kabulkanlah do'anya."
Demikianlah beliau terkenal di kalangan saudara-saudara dan handai
taulannya bahwa do'anya tak ubah bagai pedang yang tajam. Hal ini juga
disedari sepenuhnya oleh Sa'ad sendiri, hingga beliau enggan berdo'a
bagi kerugian seseorang, kecuali dengan menyerahkan urusannya kepada
Allah Ta'ala. Sebagai contoh ialah peristiwa yang diriwayatkan oleh
'Amir bin Sa'ad.
"Sa'ad mendengar seorang laki-laki memaki Ali, Thalhah dan Zubayr.
Ketika dilarangnya, orang itu enggan menurut. Maka katanya, 'Kalau
begitu saya do’akan kamu kepada Allah' Ujar laki-laki itu, 'Rupanya
kamu hendak menakut-nakuti aku, seolah-olah kamu seorang Nabi.' Maka
Sa'ad pun pergi berwudhu dan shalat dua raka'at. Lalu diangkatlah kedua
tangannya, katanya, 'Ya Allah, kiranya menurut ilmu-Mu laki-laki ini
telah memaki segolongan orang yang telah beroleh kebaikan dari-Mu, dan
tindakan mereka itu mengundang amarah murka-Mu, maha mohon dijadikan
hal itu sesuatu pertanda dan suatu pelajaran!'"
"Tidak lama kemudian, tiba-tiba dari salah satu pekarangan rumah,
muncul seekor unta liar dan tanpa dapat dibendung masuk ke dalam
lingkungan orang banyak seolah-olah ada yang dicarinya. Lalu
diterjangnya laki-laki tadi dan dibawanya ke bawah kakinya, serta
beberapa lama menjadi bulan-bulanan injakan dan sepakannya hingga
akhirnya tewas menemui ajalnya!"
Kenyataan ini pertama kali mengungkapkan kebeningan jiwa, kebenaran
iman dan keikhlasannya yang mendalam. Begitu pula Sa'ad, jiwanya adalah
jiwa merdeka, keyakinannya keras membaja serta keikhlasannya dalam dan
tidak bernoda. Dan untuk menopang ketaqwaannya ia selalu memakan yang
halal, dan menolak dengan keras setiap dirham yang mengandung syubhat.
Dalam kehidupan akhirnya Sa'ad termasuk Kaum Muslimin yang kaya dan
berharta. Waktu wafat, ia meninggalkan kekayaan yang tidak sedikit.
Tapi kalau biasanya harta banyak dan harta halal jarang sekali dapat
terhimpun; maka di tangan Sa'ad hal itu telah terjadi. Ia dilimpahi
harta yang banyak, yang baik dan yang halal sekaligus. Di samping itu
ia dapat dijadikan seorang mahaguru pula dalam soal membersihkan harta.
Dan kemampuannya dalam mengumpulkan harta dari barang bersih lagi
halal, diimbangi bahkan mungkin diatasi oleh kesanggupan menafqahkannya
di jalan Allah.
Ketika Hajji Wada', Sa'ad ikut bersama Rasulullah SAW. Kebetulan
beliau jatuh sakit, maka Rasulullah datang menziarahinya. Tanya Sa'ad,
"Wahai Rasulullah, saya punya harta dan ahli warisku hanya seorang
puteri saja. Bolehkah saya shadaqahkan dua pertiga hartaku?"
"Tidak," jawab Nabi. "Kalau begitu, separuhnya?" tanya Sa'ad pula.
"Jangan," ujar Nabi. "Jadi, sepertiganya?" "Benar," ujar Nabi, "Dan
sepertiga itupun sudah banyak. Lebih baik anda meninggalkan ahli waris
dalam keadaan mampu daripada membiarkannya dalam keadaan miskin dan
menadahkan tangannya kepada orang lain. Dan setiap nafqah yang anda
keluarkan dengan mengharap keridhaan Allah, pastilah akan diberi
ganjaran, bahkan walau sesuap makanan yang anda taruh di mulut isteri
anda!" Beberapa lama Sa'ad hanya mempunyai seorang puteri. Tetapi
setelah peristiwa di atas, beliau beroleh lagi beberapa orang putera.
Saidina Umar ra tidak lupa akan kisah Sa'ad dengan ibunya sewaktu
beliau masuk Islam dan mengikuti Rasulullah SAW. Ketika itu segala
usaha ibunya untuk membendung dan menghalangi puteranya dari agama
Allah mengalami kegagalan. Maka segala jalan yang tak dapat tidak,
pasti akan melemahkan semangat Sa'ad dan akan membawanya kembali ke
pangkuan agama berhala dan kepada kaum kerabatnya. Wanita itu
menyatakan akan mogok makan dan minum sampai Sa'ad bersedia kembali ke
agama nenek moyang dan kaumnya. Rencana itu dilaksanakannya dengan
tekad yang luar biasa, ia enggan menjamah makanan atau minuman hingga
hampir menemui ajalnya. Tetapi Sa'ad tidak terpengaruh oleh hal
tersebut, bahkan beliau tetap pada pendiriannya, beliau tidak menjual
agama dan keimanannya dengan sesuatu pun, bahkan walau dengan nyawa
ibunya sekali pun.
Ketika keadaan ibunya telah demikian gawat beberapa orang
keluarganya membawa Sa'ad kepadanya untuk menyaksikannya kali yang
terakhir, dengan harapan hatinya akan menjadi lunak jika melihat ibunya
dalam sakarat. Sesampainya di sana, Sa'ad menyaksikan suatu pemandangan
yang amat menghancurkan hatinya yang bagaikan dapat menghancurkan baja
dan meluluhkan batu karang. Tapi keimanannya terhadap Allah dan Rasul
mengatasi baja dan batu karang mana pun jua. Didekatkan wajahnya ke
wajah ibunya dan dikatakannya dengan suara keras agar kedengaran
olehnya.
"Demi Allah ketahuilah wahai ibunda, seandainya bunda mempunyai
seratus nyawa, lalu ia keluar satu persatu, tidaklah anak anda akan
meninggalkan agama ini walau ditebus dengan apa pun juga! Maka
terserahlah kepada bunda, apakah bunda akan makan atau tidak!"
Akhirnya ibunya mundur teratur, dan turunlah wahyu menyokong
pendirian Sa'ad serta mengucapkan selamat kepadanya, sebagai berikut,
"Dan seandainya kedua orang tua memaksamu untuk mempersekutukan Aku,
padahal itu tidak sesuai dengan pendapatmu, maka janganlah kamu
mengikuti keduanya!" (QS Luqman: l5)
Sa'ad bin Abi Waqqash adalah pahlawan perang terkenal dan seorang
panglima Arab yang memainkan peranan penting dalam pertempuran Badar
dan Uhud serta usaha-usaha berikutnya. Ketika Muthana, komandan pasukan
Muslim di al-Hira (Iraq) setelah keberangkatan Khalid bin al-Walid ke
Syria, meminta bantuan pasukan untuk menghadapi ancaman gerombolan
Persia yang semakin bertambah, Khalifah Islam kedua (Umar bin
al-Khattab ra) berkeinginan memimpin sendiri pasukan bantuan itu.
Sebuah pasukan berkumpul di Madinah dan Umar ingin maju ke medan perang
sebagai komandan dan pasukan tersebut.
Semangat yang menggelora menyelimuti pasukan itu. Tapi beliau
dicegah oleh sahabat-sahabatnya yang berpendapat agar kekuasaan pusat
harus selalu berada di ibu kota. Akhirnya Sa'ad bin Abi Waqqash dipilih
untuk mengambil alih tampuk kepemimpinan. Seluruh perjuangan di Iraq
direncanakan sendiri oleh Sang Khalifah yang setiap hari diberitahu
perkembangan situasi militer.
Sa'ad bin Abi Waqqash, sahabat Nabi SAW yang terpercaya ini maju
dengan 20 000 pasukan. Sebanyak kurang lebih 400 sahabat Nabi berserta
700 putera mereka turut dalam pasukannya. Sa'ad bin Abi Waqqash maju ke
Kadessia, di mana pasukan-pasukan Persia di bawah panglima mereka yang
termasyhur, Rustam, mendirikan khemahnya yang berdekatan letaknya. Di
tempat ini, pada masa musim panas tahun 637 M, sebuah pertempuran yang
patut dicatat berlangsung sebagai pejuang sejati, memperagakan
tindakan-tindakan yang gagah berani dan berhasil melemahkan serta
mengacaukan pasukan musuh. Karena sakit, Sa'ad bin Abi Waqqash tidak
bisa terjun sendiri ke kancah pertempuran. Tetapi dengan kecekapan dan
keahliannya sebagai komandan, ia dapat memimpin seluruh operasi dari
bahagian atas sebuah rumah yang terletak di pinggir medan perang.
Khalifah Umar bin al-Khattab, Khalifah Islam kedua, sangat was-was
akan hasil perang Kadessia. Biasanya di luar Madinah beliau menunggu
seseorang yang datang secara teratur memberinya laporan mengenai
keadaan medan perang. Akhirnya, pada suatu hari, beliau memperoleh
kabar kemenangan dari seorang penungga unta. Sang Khalifah yang tidak
mahu menyebutkan namanya, segera mengikuti si penunggang unta tersebut
untuk mengecek kebenaran berita yang dibawa itu. Baru kemudian
disebarkan berita tentang kemenangannya itu kepada masyarakat yang
berkumpul di Masjid Nabi.
Pada masa pemerintahan Gabenor Sa'ad bin Abi Waqqash, pemukiman
Arab di Kufah mula dibangunkan. Kawasan ini kemudiannya berkembang
menjadi kota penting dan makmur serta menjadi pusat militer dan
kesusasteraan.
Sayidina Umar ra di samping ranjangnya, sebelum meninggal, beliau
menunjukkan Sa'ad bin Abi Waqqash sebagai salah seorang dari enam
sahabat Nabi SAW yang terpercaya untuk memilih khalifah penggantinya.
Saidina Uthman bin Affan ra, khalifah ketiga dalam Islam, mengangkat
Sa'ad bin Abi Waqqash kembali menjadi Gabenor di Kufah.
Sa'ad bin Abi Waqqash mengundurkan diri ke Akik pada masa
kekhalifahan Ali bin Abu Thalib ra, serta menghabiskan masa pensiunnya
dengan tenang dan damai hingga ajalnya pada tahun 500 H (670 M) pada
usia 70 tahun, dan beliau dikebumikan di Madinah.
Allahu a'lam.
No comments:
Post a Comment